150210302008/Kelas B
FKIP/Pendidikan
Sejarah
Universitas
Jember
SEJARAH
MUNCULNYA MEDIA PEMBELAJARAN
Istilah media
mula-mula dikenal dengan “alat peraga”, kemudian dikenal dengan istilah “audio
visual aids (alat bantu pandang/dengar)”. Selanjutnya disebut “instructional
materials (materi pembelajaran)”, dan kini istilah yang lazim
digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah “instructional media (media
pendidikan atau media pembelajaran).”
Dalam
perkembangannya, sekarang muncul istilah “e-Learning”. Huruf “e”
merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat
elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan
Web sebagai bahan ajar online.
Ditinjau dari awal sejarah pendidian, guru
merupakan satu-satunya sumber belajar siswa untuk memperoleh ilmu. Dalam
perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya
buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh bernama “Johan Amos Comenius” yang
tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk
anak sekolah. Buku tersebut berjudul “Orbis Sensualium Pictus “(Dunia
Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu
dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tak ada sesuatu dalam akal pikiran
manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan. Pada abad ke 20 tahun 1920 muncul media yang dinamakan
proyektor slide. Media ini menggunakan lentera untuk menyampaikan materi.
Dari sinilah para pendidik mulai
menyadari perlunya sarana belajar yang dapat memberikan rangsangan dan
pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama
indera pandang – dengar. Kalau kita amati lebih cermat lagi, pada mulanya media
pembelajaran hanyalah dianggap sebagai alat untuk membantu guru dalam kegiatan
mengajar (Teaching Aids). Alat bantu mengajar yang mula-mula digunakan adalah
alat bantu visual seperti gambar, model, grafis atau benda nyata lain.
Alat-alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit,
memotivasi serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar dan daya ingat
siswa dalam belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu
visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran
(instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh
teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan
ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual
atau audio visual aids (AVA). Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru
untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan
pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya
digunakan alat bantu visual semata.
Selanjutnya masih
pada abad ke 20 tepatnya tahun 1930 diciptakanlah media audio contohnya, radio
dan recorder (perekam suara). Radio digunakan untuk menyebarkan informasi
secara luas melalui suara. Recorder digunakan untuk merekam informasi yang
berupa suara dan memutar kembali informasi tersebut saat diperlukan. Keuntungan
media audio ini yaitu, dapat menyampaikan informasi secara lengkap tanpa adanya
modifikasi dari pihak-pihak lain. Kemudian berkembanglah media audio visual,
yang mengkombinasikan informasi gambar dengan suara pada tahun 1943-1945. Media audio
visual ini digunakan oleh angkatan senjata Amerika. Diciptakanlah sekitar 400
film pelatihan untuk melatih serta menyiapkan pasukan perang Amerika. Media ini
sangatlah efektif dalam penggunaanya saat itu.
Pada tahun
1950 muncullah media pembelajaran yaitu televisi. Televisi digunakan untuk
menyampaikan infomasi kepada khalayak umum. Adanya channel-channel pendidikan
dalam televisi, memungkinkan orang untuk belajar sambil menonton. Pada tahun
1950-1995 muncullah komputer sebagai media yang multifungsi. Dengan adanya
software- software didalam komputer, dapat memudahkan seseorang menyampaikan
informasi secara mudah dan cepat. Pada abad ke-21 tepatnya tahun 2001 sampai
sekarang muncullah media pembelajaran berbasis ICT. Semua gatget seperti
tablet, handphone, notebook, dan laptop dapat terkoneksi ke internet. Melalui
internet seseorang dapat mengakses informasi secara global dan belajar online
dengan e-learning. Seseorang juga dapat membaca buku elektronik seperti BSE.
Semua orang dapat belajar sendiri tanpa adanya guru, dimana saja dan kapan
saja.
Sekitar
pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan
peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha
untuk membentuk pembelajaran abstrak menjadi lebih konkrit terus dilakukan.
Dalam usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 12 tingkatan pengalaman belajar
dari yang paling kongkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut
kemudian dikenal dengan nama ”Kerucut Penglaman” (Cone of Experience).
Kerucut
pengalaman ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa
yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut
pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa
pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau
mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan
melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret
siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa
memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin
sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Edgar Dale memandang bahwa nilai
media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman. Menurutnya,
pengalaman itu mempunyai dua belas (12) tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi
adalah pengalaman yang paling konkret. Sedangkan yang paling rendah adalah yang
paling abstrak, diantaranya:
1. Direct
Purposeful Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan
lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara perbuatan
langsung.
2. Contrived
Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model, benda
tiruan, atau simulasi.
3.
Dramatized Experiences : Pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara
boneka, permainan peran, drama soial.
4.
Demonstration : Pengalaman yang diperoleh dari pertunjukan.
5. Study
Trips : Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata.
6.
Exhibition : Pengalaman yang diperoleh melalui pameran.
7.
Educational Television : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan.
.8. Motion
Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop.
9. Still
Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi.
10. Radio
and Recording : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman
suara.
11. Visual
Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti
grafik, bagan, diagram.
12. Verbal
Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata.
Ketika itu,
para pendidik sangat terpikat dengan kerucut pengalaman itu, sehingga pendapat
Dale tersebut banyak dianut dalam pemilihan jenis media yang paling sesuai
untuk memberikan pengalaman belajar tertentu pada siswa. Pada akhir tahun 1950,
teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audio visual. Dalam
pandangan teori komunikasi, alat audio visual berfungsi sebagai alat penyalur
pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan.
Dalam dunia
pendidikan, alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru
saja, melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan belajar. Faktor siswa,
merupakan komponen utama dalam pembelajaran, belum mendapat perhatian khusus.
Pada tahun 1960-an, para ahli mulai memperhatikan siswa
sebagai komponen utama dalam pembelajaran. Pada saat itu teori Behaviorisme BF.
Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori
ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa
sebagai hasil proses pembelajaran. Produk media pembelajaran yang terkenal
sebagai hasil teori ini adalah diciptakannya “teaching machine” “(mesin
pengajaran)” dan “Programmed Instruction” “(pembelajaran terprogram).”
Pada tahun 1965-70, “pendekatan sistem” “(system approach)”
mulai menampakkan pengaruhnya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan
sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian intregal dalam proses
pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru,
melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah
merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi
hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk
membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dari kegiatan
belajar mengajar. Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi
penggunaan alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau
informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa
sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu
teori tingkah-laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi
penggunaan media dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah
tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang
dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 , pendekatan system (system
approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan
pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian
integral dalam proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus
direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Ada dua
ciri pendekatan sistem pengajaran, yaitu sebagai berikut:
1.
Pendekatan
sistem pengajaran mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar-mengajat
adalah sesuatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama
lain.
2.
Penggunaan
metode khusus untk mendesain sistem pengajaran yang terdiri atas prosedur
sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan
proses belajar-mengajar.
Program pembelajaran direncanakan berdasarkan
kebutuhan dan karakteristik siswa diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa
sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada dasarnya pendidik dan ahli visual
menyambut baik perubahan ini. Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran
tersebut, mulai dipakai berbagai format media. Dari pengalaman mereka, guru
mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang
lebih cepat belajar melalui media visual, sebagian audio, media cetak, dan
sebagainya. Sehingga dari sinilah lahir konsep media pembelajaran.
REFERENSI
Veniuszero.
2016. Ebook: Sejarah Perkembangan Media Pembelajaran. http://www.veniuszero.com/2016/01/ebook-sejarah-perkembangan-media.html
[30 Oktober 2016].
Desmafianti,
Gita. 2013. Sejarah Media Pembelajaran. http://gitadesmafianti.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-media-pembelajaran.html.
[30 Oktober
2016].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar