Minggu, 30 Oktober 2016

CATATAN RESUME: MEDIA PEMBELAJARAN (SEJARAH MUNCULNYA MEDIA PEMBELAJARAN)

Nur Oktafiyani Heriyanto
150210302008/Kelas B
FKIP/Pendidikan Sejarah
Universitas Jember

SEJARAH MUNCULNYA MEDIA PEMBELAJARAN
Istilah media mula-mula dikenal dengan “alat peraga”, kemudian dikenal dengan istilah “audio visual aids (alat bantu pandang/dengar)”. Selanjutnya disebut “instructional materials (materi pembelajaran)”, dan kini istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah “instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran).”
Dalam perkembangannya, sekarang muncul istilah “e-Learning”. Huruf “e” merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan Web sebagai bahan ajar online.
Ditinjau dari awal sejarah pendidian, guru merupakan satu-satunya sumber belajar siswa untuk memperoleh ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh bernama “Johan Amos Comenius” yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul “Orbis Sensualium Pictus “(Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan. Pada abad ke 20 tahun 1920 muncul media yang dinamakan proyektor slide. Media ini menggunakan lentera untuk menyampaikan materi.
Dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat memberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama indera pandang – dengar. Kalau kita amati lebih cermat lagi, pada mulanya media pembelajaran hanyalah dianggap sebagai alat untuk membantu guru dalam kegiatan mengajar (Teaching Aids). Alat bantu mengajar yang mula-mula digunakan adalah alat bantu visual seperti gambar, model, grafis atau benda nyata lain. Alat-alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar dan daya ingat siswa dalam belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA). Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata.
Selanjutnya masih pada abad ke 20 tepatnya tahun 1930 diciptakanlah media audio contohnya, radio dan recorder (perekam suara). Radio digunakan untuk menyebarkan informasi secara luas melalui suara. Recorder digunakan untuk merekam informasi yang berupa suara dan memutar kembali informasi tersebut saat diperlukan. Keuntungan media audio ini yaitu, dapat menyampaikan informasi secara lengkap tanpa adanya modifikasi dari pihak-pihak lain. Kemudian berkembanglah media audio visual, yang mengkombinasikan informasi gambar dengan suara pada tahun 1943-1945. Media audio visual ini digunakan oleh angkatan senjata Amerika. Diciptakanlah sekitar 400 film pelatihan untuk melatih serta menyiapkan pasukan perang Amerika. Media ini sangatlah efektif dalam penggunaanya saat itu.
Pada tahun 1950 muncullah media pembelajaran yaitu televisi. Televisi digunakan untuk menyampaikan infomasi kepada khalayak umum. Adanya channel-channel pendidikan dalam televisi, memungkinkan orang untuk belajar sambil menonton. Pada tahun 1950-1995 muncullah komputer sebagai media yang multifungsi. Dengan adanya software- software didalam komputer, dapat memudahkan seseorang menyampaikan informasi secara mudah dan cepat. Pada abad ke-21 tepatnya tahun 2001 sampai sekarang muncullah media pembelajaran berbasis ICT. Semua gatget seperti tablet, handphone, notebook, dan laptop dapat terkoneksi ke internet. Melalui internet seseorang dapat mengakses informasi secara global dan belajar online dengan e-learning. Seseorang juga dapat membaca buku elektronik seperti BSE. Semua orang dapat belajar sendiri tanpa adanya guru, dimana saja dan kapan saja.
Sekitar pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha untuk membentuk pembelajaran abstrak menjadi lebih konkrit terus dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 12 tingkatan pengalaman belajar dari yang paling kongkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama ”Kerucut Penglaman” (Cone of Experience).
Kerucut pengalaman ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Edgar Dale memandang bahwa nilai media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman. Menurutnya, pengalaman itu mempunyai dua belas (12) tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling konkret. Sedangkan yang paling rendah adalah yang paling abstrak, diantaranya:
1. Direct Purposeful Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara perbuatan langsung.
2. Contrived Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model, benda tiruan, atau simulasi.
3. Dramatized Experiences : Pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara boneka, permainan peran, drama soial.
4. Demonstration : Pengalaman yang diperoleh dari pertunjukan.
5. Study Trips : Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata.
6. Exhibition : Pengalaman yang diperoleh melalui pameran.
7. Educational Television : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan.
.8. Motion Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop.
9. Still Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi.
10. Radio and Recording : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman suara.
11. Visual Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik, bagan, diagram.
12. Verbal Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata. 
Ketika itu, para pendidik sangat terpikat dengan kerucut pengalaman itu, sehingga pendapat Dale tersebut banyak dianut dalam pemilihan jenis media yang paling sesuai untuk memberikan pengalaman belajar tertentu pada siswa. Pada akhir tahun 1950, teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audio visual. Dalam pandangan teori komunikasi, alat audio visual berfungsi sebagai alat penyalur pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan.
Dalam dunia pendidikan, alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan belajar. Faktor siswa, merupakan komponen utama dalam pembelajaran, belum mendapat perhatian khusus.
Pada tahun 1960-an, para ahli mulai memperhatikan siswa sebagai komponen utama dalam pembelajaran. Pada saat itu teori Behaviorisme BF. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Produk media pembelajaran yang terkenal sebagai hasil teori ini adalah diciptakannya “teaching machine” “(mesin pengajaran)” dan “Programmed Instruction” “(pembelajaran terprogram).”
Pada tahun 1965-70, “pendekatan sistem” “(system approach)” mulai menampakkan pengaruhnya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian intregal dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 , pendekatan system (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Ada dua ciri pendekatan sistem pengajaran, yaitu sebagai berikut:
1.      Pendekatan sistem pengajaran mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar-mengajat adalah sesuatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama lain.
2.      Penggunaan metode khusus untk mendesain sistem pengajaran yang terdiri atas prosedur sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses belajar-mengajar.

Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada dasarnya pendidik dan ahli visual menyambut baik perubahan ini. Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar melalui media visual, sebagian audio, media cetak, dan sebagainya. Sehingga dari sinilah lahir konsep media pembelajaran.

REFERENSI 

Veniuszero. 2016. Ebook: Sejarah Perkembangan Media Pembelajaran. http://www.veniuszero.com/2016/01/ebook-sejarah-perkembangan-media.html
[30 Oktober 2016].

Desmafianti, Gita. 2013. Sejarah Media Pembelajaran. http://gitadesmafianti.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-media-pembelajaran.html.
[30 Oktober 2016].
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar